Sabtu, 20 September 2014

INDUKSI


INDUKSI
Penalaran induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan yang umum tertentu. Dengan kata lain, atas dasar fenomena, fakta atau data tertentu dirumuskan dalam proposisi tunggal tertentu, ditarik kesimpulan yang dianggal sebagai benar dan berlaku umum.

contoh berikut ini:
ž  Saya bertemu dengan seorang bapak. Tak lama kemudian dia mendekatiku dan meminta sedekah (mengemis). Saya perhatikan bapak tersebut mempunyai ciri-ciri tua, baju compang-camping, serta badannya kotor dan bau. Di tempat lain, saya bertemu dengan seorang bapak lagi. Ketika saya amat-amati ternyata ciri-cirinya sama dengan bapak yang pertama. Pengalaman ini terjadi sampai tiga kali. Akhirnya, saya melihat seorang bapak dengan ciri-ciri seperti di atas, yaitu tua, baju compang-camping, badan kotor dan bau, maka saya langsung mengambil kesimpulan bahwa bapak tersebut pasti seorang pengemis. Kesimpulan ini saya ambil karena saya menyimpulkan bahwa semua orang dengan ciri-ciri tersebut pasti pengemis. Inilah cara berpikir induksi. 
Apabil melihat pada contoh tersebut, di mana dimulai dengan mengkaji atau meneliti atau mengamati beberapa fenomena dan mengumpulkan berbagai data yang kemudian dievaluasi untuk melahirkan sebuah kesimpulan umum. Meskipun dengan cara penarikkan kesimpulan melalui berpikir induksi dapat sah yang dianggap benar dan berlaku umum, namun kebenaran kesimpulan itu, baik berupa hukum atau teori ilmiah harus dianggap bersifat sementara. Kendati kita secara sah mendasarkan diri pada berbagai fakta yang ada untuk menarik kesimpulan yang benar, namun ini tidak dengan sendirinya menjamin bahwa kesimpulan itu benar secara mutlak.Hal ini disebabkan ciri dasar berpikir induksi adalah selalu tidak lengkap. Dalam kegiatan ilmiah, biasanya peneliti berkerja berdasarkan pengamatan dan data yang sangat terbatas. Peneliti biasanya tidak mengumpulkan semua data yang relevan, melainkan hanya beberapa data yang dianggap mewakili, karena data yang relevan jumlahnya tidak terbatas,  Di satu pihak penalaran induksi memiliki persamaan dengan deduksi, yaitu kedua-duanya mendasari argumentasi-argumentasinya dari premis-premis yang mendukung kesimpulan.Perbedaan mendasarnya, argumentasi dalam penalaran induksi yang tepat akan mempunyai premis-premis yang benar, namun kesimpulannya dapat salah.Hal ini disebabkan oleh argumentasi-argumentasi dalam penalaran induksi yang tidak membuktikan bahwa kesimpulan itu benar.Premis hanya menetapkan bahwa kesimpulan berisi suatu kemungkinan, sebab premis hanya mengandung sebagain dari bukti atau data yang dibutuhkan kesimpulan.Karena itu informasi atau data yang terdapat dalam premis kurang memadai bila dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan kesimpulan.Akibatnya, argumentasi-argumentasi yang terdapat dalam penalaran induksi tidak dinilai sebagai valid (sahih) atau invalid (tidak sahih), melainkan berdasarkan probabilitas. Kesimpulan dari argumentasi induktif berupa pernyataan umum yang didasarkan pada premis-premis mengenai sampel-sampel khusus. Dengan kata lain, bentuk penalaran induksi didasarkan pada sampling dari banyak kasus individual.Karena itu, argumentasi induksi akan menjadi lebih kuat apabila jumlah kasus individualnya meningkat (diperbanyak).

ž  Ciri Penalaran induksi
  1. Premis-premis dalam penalaran induksi merupakan proposisi empiris yang berhubungan langsung dengan observasi indera. Indera menangkap dan akal menerima.
  2. Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas dari pada apa yang dinyatakan di dalam premis-premisnya. Karena itu, pikiran tidak terikat untuk menerima kebenaran kesimpulannya. Jadi menurut kaidah-kaidah logika penalaran ini tidak sahih.
  3. Meskipun kesimpulan induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kesuali apabila ada alasan untuk menolaknya. Jadi dapat dikatakan bahwa kesimpulan induksi itu memiliki kredibilitas rasional yang disebut probabilitas.
ž  Generalisasi induktif
Proses induksi dapat dibedakan menjadi generasilasi induksi, analogi induktif dan hubungan sebab akibat.Genaralisasi induktif merupakan proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala atu sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua. Dapat dikatakan juga sebagai bentuk penalaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus atau premis ditarik kesimpulan yang bersifat umum.Prinsipnya adalah “ apa yang diterjadi beberapa kali dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi”.
Kesimpulan dalam generalisasi itu hanya suatu harapan, kepercayaan, karena konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu probabilitas atau peluang.

Contoh:
Suatu kali Budi pergi ke Bogor menggunakan travel dan berkenalana dengan seorang wanita. Wanita tersebut memperkenalkan dirinya sebagai orang Sunda yang berasal dari Ciawi. Sejak semula Budi mengamat-amati wanita tersebut dan mengakuinya secara terus terang bahwa wanita tersebut cantik dan menarik. Beberapa hari kemudian, dasar memang lagi mujur, Budi bertemu lagi dengan seorang wanita lain ketika berada di Bandung dan berkenalan. Ketika Budi bertanya asal daerahnya dan wanita tersebut mengatakan bahwa dirinya orang Sunda dari Ciawi. Pengalaman ini terjadi sampai lima kali dan kebetulan perempuan yang dijumpai Paril dengan ciri-ciri yang sama berasal dari Ciawi dan keturunan Sunda. Budi mengakui bahwa semua wanita itu cantik dan menarik. Budi pun berkesimpulan bahwa “Semua wanita Ciawi dan keturunan Sunda itu cantik dan menarik”.

ž  Syarat generalisasi:
  1. Generasilasi tidak terbatas secara numerik. Artinya generalisasi tidak boleh terikat pada jumlah tertentu.
  2. Generalisasi tidak terbatas secara “spasio-temporal”. Artinya generalisasi tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi berlaku di mana saja dan kapan saja.
  3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Misalnya, ada fakta bahwa anak SMA itu berbeda dengan mahasiswa. Apabila ditemukan fakta bahwa anak SMA sering membolos, mencontek saat ujian, suka tawuran dan tidak dapat diatur. Seandainya mahasiswa mempunyai sifat yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa itu sama dengan anak SMA.
ž  ANALOGI INDUKTIF
Berbicara mengenai analogi adalah berbicara mengenai dua hal yang berlainan dan dua hal yang berlainan tersebut dibandingkan.Dalam melakukan pembandingan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu Persamaan dan Perbedan. Apabila kita membandingkan dua orang hanya melihat dari aspek persamaannya tanpa melihat perbedaan, maka timbullah analogi, yaitu persamaan di antara dua hal yang berbeda.Analogi dalam penalaran adalah analogi induktif artinya suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran  gejala khusus lainnya yang memiliki sifat-sifat esensial yang sama.Yang terpenting dalam analogi induktif adalah apakah persamaan yang dipakai sebagai dasar kesimpulan sungguh-sungguh merupakan ciri-ciri esensial yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.

ž  Kesimpulan analogi induktif tidak bersifat universal melainkan khusus, walau benar bahwa tidak mungkin kesimpulan yang khusus dalam analogi itu terjadi kalao tidak berpikir bahwa hal itu terjadi dalam keseluruhan.Prinsip dasar penalaran analogi induktif adalah “Karena hal d analog dengan a, b, c, maka apa yang berlaku bagi a, b, dan c dapat diharapkan berlaku juga untuk d.”
contoh:
Mangga I   : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga II  : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga III : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga IV : kuning, besar, matang
Kesimpulannya : mangga ke IV tentu manis juga.
Ani anak pak Yudi yang suka membaca, belajar dengan giat dan anak yang pintar.
Budi anak pak Yudi suka membaca, belajar dengan giat dan anak yang pintar.
Iwan anak pak Yudi suka membaca, belajar dengan giat dan anak yang pintar.
Evi anak pak Yudi.
Kesimpulannya: Evi anak yang pintar.

ž  Analogi induktif tidak hanya menunjukkan persamaan di antara dua hal yang berbeda, tetapi juga menarik kesimpulan atas dasar persamaan.Berbeda dengan generalisasi induktif, di mana kesimpulannya selalu berupa proposisi universal, kesimpulan analogi induktif tidak selalu berupa proposisi universal, melainkan tergantung dari subyek-subyek yang dibandingkan. Subyek-subyek itu yang dapat bersifat individual, partikular maupun universal. Akan tetapi sebagai penalaran induktif, konklusinya lebih luas dari premis-premis.
ž  Faktor probabilitas
Kebenaran kesimpulan dalam logika induktif, baik itu generalisasi maupun analogi induktif bersifat tidak pasti.Hal ini dikarenakan kebenarannya bersifat masih kemungkinan. Artinya kebenaran kesimpulan induksi selalu terkait dengan tinggi rendahnya probabilitas.
ž  Probabilitas adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
Misalnya, kesimpulan bahwa “semua manusia akan mati” adalah kesimpulan yang pasti benar hanya jika menunjuk pada mereka yang telah mati.
ž  Namun kesimpulan itu hanya memiliki probabilitas yang tinggi jika menyangkut manusia yang masih hidup dan belum lahir.Kita tidak dapat memastikan kepastian absolut apakah orang hidup sekarang tidak akan mati atau orang yang akan lahir nanti tidak akan mati.Tinggi rendahnya probabilitas kesimpulan induktif dipengaruhi beberapa faktor, di antara faktor fakta,faktor analogi, faktor disanalogi dan faktor luas konklusi.
ž  Faktor fakta berkenaan dengan prinsip “semakin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, akan semakin tinggi pula probabilitas konklusinya, dan sebaliknya
Fakta analogi berkenaan dengan prinsip “Semakin besar jumlah faktor analogi di dalam premis, akan semakin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Yang dimaksud dalam hal ini adalah faktor kesamaan.
Fakta disanologi terkait dengan prinsip “semkian besar faktor disanologi di dalam premis, akan semakin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Yang dimaksud dengan faktor disanologi adalah faktor ketidaksamaan.
Faktor luas konklusi terkait prinsip “Semakin luas konklusinya, semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya”.
ž  Kesesatan generalisasi / analogi
Selain faktor-faktor obyektif sebagaimana yang telah diungkapkan, tinggi rendahnya probabilitas suatu penalaran juga dipengaruhi faktor-faktor subyektif.
Faktor subyektif biasanya muncul dalam penelaran seseorang yang keberadaannya tidak disadari.
Namun apabila seseorang akan menerima bahwa penyimpulannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penalaran jika ia dikritik serta dikorekasi.
Ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah penelaran akan membuat dan membawa manusia mengalamai kesesatan (fallacy

ž  Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesesatan dalam penalaran induktif, yaitu:
  1. Faktor Tergesa-gesa
  2. Faktor ceroboh
  3. Faktor prasangka

ž  Hubungan sebab akibat
Bentuk penalaran induksi yang ketiga adalah hubungans ebab akibat.
Prinsip umum hubungans ebab akibat menyatakan bahwa “suatu pristiwa disebabkan oleh sesuatu
Hubungan sebab akibat seringkali dikaitkan bahwa keadaan yang terjadi disebabkan oleh keadaan atau kejadian lainnya. Kejadian yang lainnya disebut sebab dan yang terjadi sebagai akibat.
Hubungan sebab akibat sebenarnya merupakan suatu hubungan yang intrinsik atau hubungan yang asasi dalam pengertian hubungan yang sedemikian rupa sehingga apabila satu (sebab) ada / tiada maka yang lain juga pasti ada / tiada.

Hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa dapat terjadi dalam tiga pola, yaitu:
ž  Pola dari sebab ke akibat
ž  Pola dari akibat ke sebab
ž  Pola dari akibat ke akibat.
ž  Pola Sebab ke akibat 

ž  Suatu hari saya pergi ke Mall Taman Anggrek untuk membeli sepatu. Setelah berputar-putar mengeliling berberapa toko sepatu. Ketika saya sampai di salah satu toko sepatu  dan melihat merek serta modelnya, akhirnya saya mendapatkan merek dan model sepatu sebagaimana yang saya idam-idamkan. Setelah mencocokan nomor dan mencobanya, saya membawa sepatu tersebut ke kasir. Ketika hendak membayar dan saya membuka tas, ternyata dompek saya sudah tidak ada lagi. Saya telah kecopetan dan menyebabkan dompek dan sejumlah uang yang ada untuk mebayar sepatu hilang. Anda kemudian menyimpulkan bahwa karena dompet yang berisi uang itu hilang (sebab) maka anda tidak bisa membeli sepatu yang diinginkan (akibat). Jadi “uang hilang” merupakan sebab dan “tidak jadi membeli sepatu” merupakan akibat. 

ž  Pola dari akibat ke sebab
ž  Suatu hari saya bersama rekan-rekan hendak pergi ke pantai di Bandung. Karena mobil bis yang dicarter sesak dengan penumpang, maka saya memilih menggunakan mobil pribadi di mana saya bisa mengendrainya dengan santai dan tidak berhimpitan dengan lainnya. Ketika dalam perjalanan mobil yang saya kendarai mengalami gangguan dan akhirnya mogok. Mobil mogok adalah akibat dari sesuatu, dan sesuatu itu yang menjadi sebabnya.

ž  Pola akibat ke akibat
ž  Saya buru-buru pulang ke rumah ketika dalam perjalanan perut saya mengalami mulas karena sudah saatnya jam makan siang. Dalam perjalanan pulang tersebut saya melihat jalan becek. Saat sampai di Rumah saya melihat sekitar halaman basah. Kemudian, saya teringat pakain yang saya jemur di pagi hari. Saya langsung berpikir bahwa pakaian tersebut pasti sudah basah. Pakaian menjadi basah bukan disebabkan jalanan becek dan halaman rumah yang basah, melainkan karena hujan. Kedua gejala yang terjadi tersebut, yaitu jalananan becek dan halaman rumah basah serta pakaian yang dijemur basah sama-sama merupakan akibat dari penyebab yang tidak saya pikirkan lagi, yaitu hujan yang turun. 

Sumber: ppt yang dikirimkan sesuai pertemuannya

1 komentar: