INDUKSI
Penalaran induksi adalah
cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau
partikular tertentu untuk menarik kesimpulan yang umum tertentu. Dengan kata
lain, atas dasar fenomena, fakta atau data tertentu dirumuskan dalam proposisi
tunggal tertentu, ditarik kesimpulan yang dianggal sebagai benar dan berlaku
umum.
contoh berikut ini:
Saya
bertemu dengan seorang bapak. Tak lama kemudian dia mendekatiku dan meminta
sedekah (mengemis). Saya perhatikan bapak tersebut mempunyai ciri-ciri tua,
baju compang-camping, serta badannya kotor dan bau. Di tempat lain, saya
bertemu dengan seorang bapak lagi. Ketika saya amat-amati ternyata ciri-cirinya
sama dengan bapak yang pertama. Pengalaman ini terjadi sampai tiga kali.
Akhirnya, saya melihat seorang bapak dengan ciri-ciri seperti di atas, yaitu
tua, baju compang-camping, badan kotor dan bau, maka saya langsung mengambil
kesimpulan bahwa bapak tersebut pasti seorang pengemis. Kesimpulan ini saya
ambil karena saya menyimpulkan bahwa semua orang dengan ciri-ciri tersebut
pasti pengemis. Inilah cara berpikir induksi.
Apabil melihat pada contoh
tersebut, di mana dimulai dengan mengkaji atau meneliti atau mengamati beberapa
fenomena dan mengumpulkan berbagai data yang kemudian dievaluasi untuk
melahirkan sebuah kesimpulan umum. Meskipun dengan cara penarikkan kesimpulan
melalui berpikir induksi dapat sah yang dianggap benar dan berlaku umum, namun
kebenaran kesimpulan itu, baik berupa hukum atau teori ilmiah harus dianggap bersifat
sementara. Kendati kita secara sah mendasarkan diri pada berbagai fakta
yang ada untuk menarik kesimpulan yang benar, namun ini tidak dengan sendirinya
menjamin bahwa kesimpulan itu benar secara mutlak.Hal ini disebabkan ciri dasar
berpikir induksi adalah selalu tidak lengkap. Dalam kegiatan ilmiah,
biasanya peneliti berkerja berdasarkan pengamatan dan data yang sangat
terbatas. Peneliti biasanya tidak mengumpulkan semua data yang relevan,
melainkan hanya beberapa data yang dianggap mewakili, karena data yang relevan
jumlahnya tidak terbatas, Di satu pihak
penalaran induksi memiliki persamaan dengan deduksi, yaitu kedua-duanya
mendasari argumentasi-argumentasinya dari premis-premis yang mendukung
kesimpulan.Perbedaan mendasarnya, argumentasi dalam penalaran induksi yang
tepat akan mempunyai premis-premis yang benar, namun kesimpulannya dapat salah.Hal
ini disebabkan oleh argumentasi-argumentasi dalam penalaran induksi yang tidak
membuktikan bahwa kesimpulan itu benar.Premis hanya menetapkan bahwa kesimpulan
berisi suatu kemungkinan, sebab premis hanya mengandung sebagain dari bukti
atau data yang dibutuhkan kesimpulan.Karena itu informasi atau data yang
terdapat dalam premis kurang memadai bila dibandingkan dengan informasi yang
dibutuhkan kesimpulan.Akibatnya, argumentasi-argumentasi yang terdapat dalam
penalaran induksi tidak dinilai sebagai valid (sahih) atau invalid
(tidak sahih), melainkan berdasarkan probabilitas. Kesimpulan dari argumentasi
induktif berupa pernyataan umum yang didasarkan pada premis-premis mengenai sampel-sampel
khusus. Dengan kata lain, bentuk penalaran induksi didasarkan pada sampling
dari banyak kasus individual.Karena itu, argumentasi induksi akan menjadi lebih
kuat apabila jumlah kasus individualnya meningkat (diperbanyak).
Ciri
Penalaran induksi
- Premis-premis dalam penalaran induksi merupakan proposisi empiris yang berhubungan langsung dengan observasi indera. Indera menangkap dan akal menerima.
- Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas dari pada apa yang dinyatakan di dalam premis-premisnya. Karena itu, pikiran tidak terikat untuk menerima kebenaran kesimpulannya. Jadi menurut kaidah-kaidah logika penalaran ini tidak sahih.
- Meskipun kesimpulan induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kesuali apabila ada alasan untuk menolaknya. Jadi dapat dikatakan bahwa kesimpulan induksi itu memiliki kredibilitas rasional yang disebut probabilitas.
Generalisasi
induktif
Proses induksi dapat
dibedakan menjadi generasilasi induksi, analogi induktif dan hubungan sebab
akibat.Genaralisasi induktif merupakan proses penalaran berdasarkan pengamatan
atas sejumlah gejala atu sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai
semua. Dapat dikatakan juga sebagai bentuk penalaran yang bertitik tolak dari
hal-hal yang bersifat khusus atau premis ditarik kesimpulan yang bersifat umum.Prinsipnya
adalah “ apa yang diterjadi beberapa kali dapat diharapkan akan selalu terjadi
apabila kondisi yang sama terpenuhi”.
Kesimpulan dalam generalisasi
itu hanya suatu harapan, kepercayaan, karena konklusi penalaran induktif tidak
mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu
probabilitas atau peluang.
Contoh:
Suatu kali Budi pergi ke
Bogor menggunakan travel dan berkenalana dengan seorang wanita. Wanita tersebut
memperkenalkan dirinya sebagai orang Sunda yang berasal dari Ciawi. Sejak
semula Budi mengamat-amati wanita tersebut dan mengakuinya secara terus terang
bahwa wanita tersebut cantik dan menarik. Beberapa hari kemudian, dasar memang
lagi mujur, Budi bertemu lagi dengan seorang wanita lain ketika berada di
Bandung dan berkenalan. Ketika Budi bertanya asal daerahnya dan wanita tersebut
mengatakan bahwa dirinya orang Sunda dari Ciawi. Pengalaman ini terjadi sampai
lima kali dan kebetulan perempuan yang dijumpai Paril dengan ciri-ciri yang
sama berasal dari Ciawi dan keturunan Sunda. Budi mengakui bahwa semua wanita
itu cantik dan menarik. Budi pun berkesimpulan bahwa “Semua wanita Ciawi dan
keturunan Sunda itu cantik dan menarik”.
Syarat
generalisasi:
- Generasilasi tidak terbatas secara numerik. Artinya generalisasi tidak boleh terikat pada jumlah tertentu.
- Generalisasi tidak terbatas secara “spasio-temporal”. Artinya generalisasi tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi berlaku di mana saja dan kapan saja.
- Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Misalnya, ada fakta bahwa anak SMA itu berbeda dengan mahasiswa. Apabila ditemukan fakta bahwa anak SMA sering membolos, mencontek saat ujian, suka tawuran dan tidak dapat diatur. Seandainya mahasiswa mempunyai sifat yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa itu sama dengan anak SMA.
ANALOGI
INDUKTIF
Berbicara mengenai analogi
adalah berbicara mengenai dua hal yang berlainan dan dua hal yang berlainan
tersebut dibandingkan.Dalam melakukan pembandingan ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yaitu Persamaan dan Perbedan. Apabila
kita membandingkan dua orang hanya melihat dari aspek persamaannya tanpa
melihat perbedaan, maka timbullah analogi, yaitu persamaan di
antara dua hal yang berbeda.Analogi dalam penalaran adalah analogi induktif
artinya suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran
suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran
gejala khusus lainnya yang memiliki sifat-sifat esensial yang sama.Yang
terpenting dalam analogi induktif adalah apakah persamaan yang dipakai sebagai
dasar kesimpulan sungguh-sungguh merupakan ciri-ciri esensial
yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
Kesimpulan
analogi induktif tidak bersifat universal melainkan khusus, walau benar bahwa
tidak mungkin kesimpulan yang khusus dalam analogi itu terjadi kalao tidak
berpikir bahwa hal itu terjadi dalam keseluruhan.Prinsip dasar penalaran
analogi induktif adalah “Karena hal d analog dengan a, b, c, maka apa yang
berlaku bagi a, b, dan c dapat diharapkan berlaku juga untuk d.”
contoh:
Mangga I : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga II : kuning, besar, matang ternyata manis
Mangga III : kuning, besar,
matang ternyata manis
Mangga IV : kuning, besar,
matang
Kesimpulannya : mangga ke IV
tentu manis juga.
Ani anak pak Yudi yang suka
membaca, belajar dengan giat dan anak yang pintar.
Budi anak pak Yudi suka
membaca, belajar dengan giat dan anak yang pintar.
Iwan anak pak Yudi suka
membaca, belajar dengan giat dan anak yang pintar.
Evi anak pak Yudi.
Kesimpulannya: Evi anak yang
pintar.
Analogi
induktif tidak hanya menunjukkan persamaan di antara dua hal yang berbeda,
tetapi juga menarik kesimpulan atas dasar persamaan.Berbeda dengan generalisasi
induktif, di mana kesimpulannya selalu berupa proposisi universal, kesimpulan
analogi induktif tidak selalu berupa proposisi universal, melainkan tergantung
dari subyek-subyek yang dibandingkan. Subyek-subyek itu yang dapat bersifat
individual, partikular maupun universal. Akan tetapi sebagai penalaran
induktif, konklusinya lebih luas dari premis-premis.
Faktor
probabilitas
Kebenaran kesimpulan dalam
logika induktif, baik itu generalisasi maupun analogi induktif bersifat tidak
pasti.Hal ini dikarenakan kebenarannya bersifat masih kemungkinan. Artinya
kebenaran kesimpulan induksi selalu terkait dengan tinggi rendahnya
probabilitas.
Probabilitas
adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
Misalnya, kesimpulan bahwa
“semua manusia akan mati” adalah kesimpulan yang pasti benar hanya jika
menunjuk pada mereka yang telah mati.
Namun
kesimpulan itu hanya memiliki probabilitas yang tinggi jika menyangkut manusia
yang masih hidup dan belum lahir.Kita tidak dapat memastikan kepastian absolut
apakah orang hidup sekarang tidak akan mati atau orang yang akan lahir nanti
tidak akan mati.Tinggi rendahnya probabilitas kesimpulan induktif dipengaruhi
beberapa faktor, di antara faktor fakta,faktor analogi, faktor disanalogi dan
faktor luas konklusi.
Faktor
fakta berkenaan dengan prinsip “semakin besar jumlah fakta yang dijadikan
dasar penalaran induktif, akan semakin tinggi pula probabilitas konklusinya,
dan sebaliknya”
Fakta analogi berkenaan
dengan prinsip “Semakin besar jumlah faktor analogi di dalam premis, akan
semakin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Yang dimaksud dalam hal
ini adalah faktor kesamaan.
Fakta disanologi terkait
dengan prinsip “semkian besar faktor disanologi di dalam premis, akan
semakin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Yang dimaksud
dengan faktor disanologi adalah faktor ketidaksamaan.
Faktor luas konklusi terkait
prinsip “Semakin luas konklusinya, semakin rendah probabilitasnya dan
sebaliknya”.
Kesesatan
generalisasi / analogi
Selain faktor-faktor
obyektif sebagaimana yang telah diungkapkan, tinggi rendahnya probabilitas
suatu penalaran juga dipengaruhi faktor-faktor subyektif.
Faktor subyektif biasanya
muncul dalam penelaran seseorang yang keberadaannya tidak disadari.
Namun apabila seseorang akan
menerima bahwa penyimpulannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penalaran jika
ia dikritik serta dikorekasi.
Ketidaksesuaian dengan
kaidah-kaidah penelaran akan membuat dan membawa manusia mengalamai kesesatan (fallacy)
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kesesatan dalam penalaran induktif, yaitu:
- Faktor Tergesa-gesa
- Faktor ceroboh
- Faktor prasangka
Hubungan
sebab akibat
Bentuk penalaran induksi yang
ketiga adalah hubungans ebab akibat.
Prinsip umum hubungans ebab
akibat menyatakan bahwa “suatu pristiwa disebabkan oleh sesuatu”
Hubungan sebab akibat
seringkali dikaitkan bahwa keadaan yang terjadi disebabkan oleh keadaan atau kejadian
lainnya. Kejadian yang lainnya disebut sebab dan yang terjadi sebagai akibat.
Hubungan sebab akibat
sebenarnya merupakan suatu hubungan yang intrinsik atau hubungan yang asasi
dalam pengertian hubungan yang sedemikian rupa sehingga apabila satu (sebab)
ada / tiada maka yang lain juga pasti ada / tiada.
Hubungan sebab akibat antara
peristiwa-peristiwa dapat terjadi dalam tiga pola, yaitu:
Pola
dari sebab ke akibat
Pola
dari akibat ke sebab
Pola
dari akibat ke akibat.
Pola
Sebab ke akibat
Suatu
hari saya pergi ke Mall Taman Anggrek untuk membeli sepatu. Setelah
berputar-putar mengeliling berberapa toko sepatu. Ketika saya sampai di salah
satu toko sepatu dan melihat merek serta
modelnya, akhirnya saya mendapatkan merek dan model sepatu sebagaimana yang
saya idam-idamkan. Setelah mencocokan nomor dan mencobanya, saya membawa sepatu
tersebut ke kasir. Ketika hendak membayar dan saya membuka tas, ternyata dompek
saya sudah tidak ada lagi. Saya telah kecopetan dan menyebabkan dompek dan
sejumlah uang yang ada untuk mebayar sepatu hilang. Anda kemudian menyimpulkan
bahwa karena dompet yang berisi uang itu hilang (sebab) maka anda tidak bisa
membeli sepatu yang diinginkan (akibat). Jadi “uang hilang” merupakan sebab dan
“tidak jadi membeli sepatu” merupakan akibat.
Pola
dari akibat ke sebab
Suatu
hari saya bersama rekan-rekan hendak pergi ke pantai di Bandung. Karena mobil
bis yang dicarter sesak dengan penumpang, maka saya memilih menggunakan mobil
pribadi di mana saya bisa mengendrainya dengan santai dan tidak berhimpitan
dengan lainnya. Ketika dalam perjalanan mobil yang saya kendarai mengalami
gangguan dan akhirnya mogok. Mobil mogok adalah akibat dari sesuatu, dan
sesuatu itu yang menjadi sebabnya.
Pola
akibat ke akibat
Saya
buru-buru pulang ke rumah ketika dalam perjalanan perut saya mengalami mulas
karena sudah saatnya jam makan siang. Dalam perjalanan pulang tersebut saya
melihat jalan becek. Saat sampai di Rumah saya melihat sekitar halaman basah.
Kemudian, saya teringat pakain yang saya jemur di pagi hari. Saya langsung
berpikir bahwa pakaian tersebut pasti sudah basah. Pakaian menjadi basah bukan
disebabkan jalanan becek dan halaman rumah yang basah, melainkan karena hujan.
Kedua gejala yang terjadi tersebut, yaitu jalananan becek dan halaman rumah
basah serta pakaian yang dijemur basah sama-sama merupakan akibat dari penyebab
yang tidak saya pikirkan lagi, yaitu hujan yang turun.
Sumber: ppt yang dikirimkan sesuai pertemuannya
Bagus dan lengkap... 80
BalasHapus